Manonjaya


Manonjaya adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Manonjaya terletak di sebelah timur Tasikmalaya berjarak kurang lebih 12 km dengan ketinggian rata-rata di daerah Stasiun Kereta Api kurang lebih 297 m diatas permukaan laut. Dulunya pernah merupakan ibukota kabupaten Tasikmalaya yang waktu itu masih bernama Kabupaten Sukapura dilihat dari bukti-bukti peninggalan sejarahnya seperti Masjid Agung Manonjaya dan daerah kompleks makam Tanjungmalaya. Daerah ini terkenal dengan salak dan goloknya.

Di daerah ini, seperti halnya daerah lain di Kabupaten Tasikmalaya juga merupakan daerah santri atau pelajar agama Islam di pondok-pondok pesantren. Salah satu pondok pesantren yang terkenal di Wilayah ini adalah Pondok Pesantren Miftahul Huda. Umumnya para alumni pesantren ini umumnya bila mendirikan pondok pesantren baru di daerah asalnya selalu diberi nama helakang huda.

Daerah ini merupakan daerah agraris pertanian yang subur dimana komoditi pertaniannya antara lain beras/padi, palawija, sayur-sayuran, salak dan mendong yang merupakan bahan tikar tradisional. Selain usaha pertanian, juga terdapat usaha perikanan secara swadaya dan industri kecil diantaranya usaha bordir dan pakaian, pembuatan golok serta pembuatan tikar mendong. Daerah Manonjaya sejak dahulu dikenal sebagai penghasil buah salak yang tumbuh secara alami baik di kebun dan di pekarangan rumah penduduk. Namun saat ini, usaha dari budidaya salak manonjaya memiliki prospek yang tidak menguntungkan terlebih karena harganya dipasaran kurang begitu baik juga karena para penduduk terbiasa dengan pola tradisional yakni membiarkan tanaman salak tumbuh secara alami.

Letak Geografis

Terletak pada jalur Timur dengan jarak 11-12 Km, dari Ibu Kota Kabupaten. Luas wilayah adalah 4.215 Ha. Keadaan alam Kec. Manonjaya datar dan berbukit dengan ketinggian rata-rata 292-297 m. DPL. Koordinat 7.20 Lintang Selatan serta 108.15 BujurTimur dan memiliki suhu rata-rata antara 20 C dan 30 C. Tanah Darat 3.215.21 Ha. Tanah Sawah 999.79 Ha.

Batas Administrasi
Utara: Kabupaten Kabupaten Ciamis
Timur: Kecamatan Cineam
Selatan: Kecamatan Gunungtanjung
Barat: Kecamatan Cibeureum (Kota Tasikmalaya)

  1. Desa-Desa di Manonjaya
  2. Desa Manonjaya
  3. Desa Margaluyu
  4. Desa Cilangkap
  5. Desa Pasirbatang
  6. Desa Kalimanggis
  7. Desa Kamulyan
  8. Desa Margahayu
  9. Desa Cibeber
  10. Desa Cihaur
  11. Desa Gunajaya
Sejarah

Artefak sejarah, menjadi penting artinya bagi bukti-bukti dan sumber-sumber sejarah. Tanpanya, kita akan menemui banyak kesulitan untuk mengungkap dan menuliskan sejarah secara benar dan obyektif. Banyak bukti sejarah yang penting di sekitar kita, namun terkadang kita kurang memiliki perhatian atau kurang memperlakukannya sebagaimana mestinya.

Sejarah memang penting bagi kehidupan manusia. Dari sejarahlah kita dapat mengerti masa lalu yang berguna bagi masa yang akan datang. Kita akan memperoleh kesempatan untuk belajar contoh-contoh masa lampau, dari kegagalan dan keberhasilannya, dari baik dan buruknya untuk modernitas kita saat ini dan masa yang akan datang.

Demikian pula sebaliknya, tanpa sejarah masa lampau berarti kita kehilangan barang berharga yang sangat penting bagi masa depan kehidupan kita. Sebagaimana dalam istilah Arab: “Man laa tarikha lahuu laa waqi` walaa mustaqbal lahu” artinya “Barangsiapa tidak punya sejarah maka dia tidak memiliki masa kini dan masa depan”.

Bagi manusia yang tidak mengenal sejarahnya, ibarat manusia yang hilang ingatan sehingga mudah dibodohi orang. Pernyataan keras juga pernah dilontarkan seorang kritikus Jerman Gotthold Ephraim Lessing yang menyebutkan: “Tanpa sejarah……..setiap jam kita akan diancam bahaya diperdayakan oleh pembual-pembual bodoh, yang tidak jarang memuji sebagai penemuan baru apa yang telah diketahui dan diyakini oleh manusia beribu-ribu tahun yang lalu.” (dikutip dalam Mathys Joiles, “Lessing`s Conception of History”, Modern Philology, XLIII, 1946, hal. 185; Louis Gottschalk, “Understanding History: A Primer of Historical Method”, 1969).

Salah satu bangunan yang telah menjadi artefak sejarah yang penting di belahan wilayah Priangan Timur, atau tepatnya menjadi bukti penting bagi perkembangan kota Tasikmalaya adalah sebuah bangunan masjid yang berdiri megah di Dusun Kaum Tengah, Desa Manonjaya, Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Kondisi bangunan masjid kini perlu mendapat perhatian lebih besar dari seluruh lapisan masyarakat agar lebih terawat dan terjaga keasliannya.

Selain menyejarah, masjid juga memiliki gaya atau langgam arsitektur yang menarik pada masanya. Secara fungsi, masjid hingga kini masih terus dipakai dan dimanfaatkan untuk fasilitas ibadah umat Islam yang penting. Maka sudah selayaknya masjid ini dipelihara, dilindungi dan dilestarikan untuk pengetahuan, pendidikan, kebudayaan dan kemaslahatan umat di masa kini dan yang akan datang.

Bukti Adanya Kabupaten Sukapura

Pada masa pemerintahan Raden Tumenggung Wiradadaha VIII dan Patih Danuningrat, wilayah Kabupaten Sukapura meliputi 21 distrik yang disebut daerah Galunggung. Karena wilayah kekuasaannya terlalu luas, maka tahun 1831 daerah Sukapura atau Galunggung ini dibagi menjadi tiga bagian (Afdeeling/bagian dari Keresidenan) yaitu: Afdeeling Sukapura Kolot, Afdeeling Sukapura, dan Afdeeling Tasikmalaya.

Sukapura dalam pembagian tersebut termasuk dalam Afdeeling Sukapura, di mana batas Afdeeling Sukapura ialah sebelah Utara dengan Keresidenan Cirebon, sebelah Timur dengan Keresidenan Banyumas yang dipisahkan sungai Citanduy, sebelah Selatan dengan Samudra Hindia, dan sebelah Barat dengan Afdeeling Sukapura Kolot dan Afdeeling Tasikmalaya. Pada tahun 1831 Afdeeling Sukapura mempunyai wilayah seluas 260.312,13 Ha dengan jumlah penduduk ibukota 4687 Pribumi, 22 Cina, dan 6 Timur Asing.

Setelah pembagian wilayah tersebut, tahun 1832 Bupati Raden Tumenggung Wiradadaha VIII memindahkan ibukota Kabupaten Sukapura - sesuai daerah yang langsung diperintahnya - yaitu dari Leuwiloa di Sukaraja ke Harjawinangun. Namun untuk sementara, pemerintahan berkedudukan di Pasir Panjang karena menunggu penyelesaian pembangunan ibukota. Pemerintahan baru berjalan 2 tahun kemudian, setelah Patih Raden Tumenggung Danuningrat selesai membangun kota Harjawinangun (sekarang Manonjaya). Maka baru pada tahun 1834 secara resmi Ibukota Sukapura Pindah ke Harjawinangun/Manonjaya.

Beberapa alasan pemindahan ibukota kabupaten ini di antaranya agar memudahkan dalam menjalankan roda pemerintahan karena berdasarkan pembagian wilayah tersebut, daerah-daerah yang berada di bawah pengawasan Bupati Raden Tumenggung Wiradadaha VIII akan berlokasi di sebelah Timur Kota Sukaraja, yang menyebabkan hubungan transportasi antar daerah menjadi sulit dalam menjalankan roda pemerintahan. Sedangkan alasan politis terkait dengan Perang Diponegoro (1825-1830) yang terjadi di wilayah Jawa Tengah yang mengakibatkan Belanda memperkuat benteng pertahanan di wilayah perbatasan agar tidak menyebar ke Jawa Barat.

Berdasarkan catatan sejarah, Harjawinangun selama 70 tahun pernah menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Sukapura (Dirapraja, 1972). Harjawinangun sebagai pusat pemerintahan telah berkembang dengan pesat, dan menjadi kota transit dalam jalur hubungan darat antara Jawa Tengah dari arah timur ke Jawa Barat. Sesuai dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan kota Harjawinangun, maka tahun 1839 berdasarkan Besluit Gubernemen No. 22 tanggal 10 Januari 1839 nama Kota Harjawinangun dirubah menjadi Kota Manonjaya.

Masjid Manonjaya inilah - yang masih berdiri kokoh hingga kini - menjadi bukti sejarah adanya kabupaten Sukapura yang berarti pula bukti sejarah perkembangan Tasikmalaya sekarang. Bahkan masjid dari sejak dulunya telah dipakai sebagai `tetenger` untuk mengembangkan tata kota Harjawinangun. R. Memed Sastra Hadiprawira dalam Volk Almanak Soenda Parahyangan tanggal 12 November 1931 menyebutkan bahwa sewaktu pemindahan ibukota ke Harjawinangun, sebelumnya memang sudah ada masjid kecil dan bahkan oleh Raden Tumenggung Danuningrat ketika merencanakan tata ruang Kota Harjawinangun berpedoman pada masjid yang sudah ada tersebut. Dalam konteks ini, keberadaan masjid jelas merupakan satu kesatuan dengan pembangunan tata ruang kabupaten Sukapura pada waktu itu.



0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hosted Desktop